Dua hari lalu, selepas pulang dari kendal saat sampai di stasiun saya sengaja untuk menepi sementar. Dari awal masuk kereta saya sudah kepengin makan bakso, dulu bersama kawan saya yang saat itu mencari tukang bakso di depan stasiun yang ternyata tidak ada, tapi semoga kali ini ada. Setelah turun dari kereta hanya berharap 'semoga buka, semoga masih' batinku lirih. Dari jauh, ada gerobag yang masih ramai setelah langkah yang semakin cepat membuat mata berbinar jelas kalau itu 'bukan bakso' iya itu nasi goreng. Ramai sekali, beberapa orang duduk menikmati makanannya, yang lainnya berdiri kayaknya sedang mengantri.
"iya sudah, besok lagi baksonya yaa" lirihku pada diri sendiri.
Pak, satu sedang di bungkus yaa. Hampir 20 menit saya menunggu semuanya siap, sambil melihat kasatria hijau yang sebentar lagi sampai. Setelah plastik merah itu sudah diangkat saya segera berdiri dengan jelas saya dengar 'nasi goreng sedang, dibungkus satu' disebut dengan lantang. Tidak lama setelah saya bawa nasi gorengnya, kasatria hijau itu datang. Kasatria hijau yang biasa mengantarkan saya kemana tujuan saya pergi, iya sesuai pesanan.
"Hati-hati kasatria hijau" Ucap kawanku.
Sampai di tujuan, hampir 25 menit dari stasiun menuju asrama. Bapaknya tidak terburu-buru tetapi tidak juga terlalu lamban menjalankan motornya. Tetapi, selepas sepatu yang saya kenakan kembali ke rak. Ternyata malam itu juga ada agenda untuk membuat mading, segera saya bergegas untuk mampir sebentar kesana walaupun sudah sangat terlambat kata mereka ngapapa, oke.
"Makasih yaa, sudah bantu bikin mading" Ucap kawanku.
"Ayoo jangan lupaa foto" jawabku seru.
Sudah saya lampirkan fotonya. Setelah selesai, kurang lebih hampir pukul 22.00 malam hari. Selesai bersih-bersih, baru ingat nasi goreng yang saya beli tadi. Segera saya habiskan, kawan-kawan yang satu kamar semuanya sibuk masing-masing sudah mapan di tempat tidur. Kertas minyak pembungkus nasi gorengnya saya buka, aromanya tidak terlalu kuat. Setelah saya suap satu sendok nasinya tidak hangat sedikitpun, sudah dingin. Mengingat nasi goreng itu, seperti mengingat nasi goreng enam tahun yang lalu.
Enam tahun lalu, saat bapak saya pulang setelah dari luar atau memang sengaja ingin membeli nasi goreng selalunya ibu menyampaikan untuk membeli tiga bungkus saja, atau bahkan hanya dua bungkus. Padahal di keluarga saya ada empat orang, satu saya dan satu lagi adik.
"Kenapa hanya beli dua bu?"
"Cukup"
Agaknya kesel, pertanyaan yang saya ajukan tidak ibu jawab dengan jelas. Tetapi terkadang ibu mencoba membeli makanan lain dengan empat porsi, tiga atau bahkan dua. Dua bungkus nasi goreng yang bapak beli itu, selalunya kami makan berpasangan. Bapak dengan adik, kemudian saya dengan ibu. Jadi, kaya satu piring berdua. Bedanya kami tetap menggunakan kertas minyak itu, sambil makan kerupuknya juga tidak lupa ayam suwir yang selalu terekam di mata saya adik selalu memisahkannya, katanya makan di akhir walaupun terkadang bapak sengaja usil untuk mengambil sedikit kemudian adik jengkel haha. Tetapi berbeda dengan ibu, walaupun sudah saya bagi porsinya setengah setengah tetapi, ibu kembali menyisihkan 'buat kamu aja, dimakan' sisanya ibu lebih banyak makan kerupuk. Duh, maaf yaa suasanya jadi melow begini.
Nasi goreng yang sedang saya makan ini, ternyata hampir habis. Bahkan satu suap terakhir, baru saya ingat kerupuknya belum saya buka. Jadinya saya makan sendiri tanpa nasi. Makan sambil fikirannya jalan-jalan seru sekali, sampai bisa di buat cerita seperti ini. Tetapi setelah hari-hari panjang yang saya temui, nasi goreng yang enam tahun lalu itu mungkin rasanya hampir sama. Tetapi, susananya yang berbeda. Juga ternyata baru nemu maknanya sekarang.
Terimakasih waktu, sudah membawa saya sejauh ini. Belajar melihat makna dari setiap keadaan, membuat pohon itu semakin tumbuh, dari ranting kesabaran, keikhlasan, atau bahkan rasa cukup padahal hanya dari nasi goreng. Berarti dalam hidup, kita butuh 'nasi goreng' yang lain. Yang berbeda tetapi tujuannya sama, supaya kita lebih dekat dengan rasa cukup. Lain kali, kalau pulang kerumah jangan semuanya makan di cafe bareng kawan-kawanmu yaa, coba lihat lagi. Meja makan di rumah masih ada satu kursi kosong kan? sudah di siapkan, itu untuk kamu.
Pada edisi januari bercerita ini, semoga bisa terus tumbuh di hari-hari yang lain juga. Sampai bertemu pada paragraf yang lain teruntuk tokoh dan tempat-tempat seru bahkan pada 'point of view' yang lain. Terimakasih sudah membaca sampai akhir pada tulisan saya yang masih terbata-bata ini. Kalau ketemu yang buruk ditinggal aja ya, kalau dapat yang baik. Semoga jangan di buang. ~
__________________________________________________________
4 Januari 2025.
Komentar